Minggu, 06 Juni 2010

Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi adalah berbagai masalah dalam berbahasa, berbicara dan mendengar. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari artikulasi, masalah suara, masalah kelancaran berbicara (gagap), aphasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak) dan keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk factor lingkungan atau hilangnya pendengaran.

Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukungnya seperti fungsi otot mulut (oral mulut) dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bias dimulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bicara atau makan.

Gangguan pendengaran terdiri dari gangguan dengar parsial (sebagian) dan gangguan dengar total atau tuli. Ketulian didefinisikan sebagai kehilangan pendengaran yang bermakna yang mengakibatkan komunikasi menjadi sulit atau tidak dapat dilakukan tanpa bantuan amplifikasi alat Bantu dengar. Terdapat 4 tipe gangguan pendengaran. Tipe pertama adalah gangguan dengar konduktif, yaitu terganggunya pendengaran akibat adanya penyakit atau sumbatan di telinga bagian luar atau tengah, dan biasanya dapat diatasi dengan alat Bantu dengar. Tipe kedua adalah gangguan dengan sensorineural yaitu terganggunya pendengaran akibat kerusakan pada sel sel rambut sensoris yang terdapat pada telinga dalam atau pada pembuluh saraf yang mempersarafinya. Tipe ketiga adalah gangguan pendengaran gabungan antara gangguan pendengaran konduktif dan sensorineural. Sedangkan gangguan pendengaran sentral dimaksudkan pada gangguan pendengaran akibat dari cedera atau rusaknya saraf-saraf otak.

Banyak gangguan komunikasi terjadi sebagai akibat dari kondisi lain seperti gangguan belajar (learning disability), palsi serebral (cerebral palsy), keterbelakangan mental (mental retardation), celah bibir, atau celah langit-langit mulut.

Di Amerika Serikat, perkiraan keseluruhan terjadinya gangguan komunikasi adalah sekitar 5% anak usia sekolah, yang meliputi gangguan suara sebanyak 3% dan gagap 1%. Insidens anak usia sekolah dasar yang mengalami gangguan artikulasi adalah sekitar 2-3% walaupun persentasinya menurun dengan bertambah maturnya usia anak. Perkiraan terjadinya gangguan pendengaran juga bervariasi, namun berkisar 5% dari usia anak sekolah. Penelitian hal serupa di Indonesia belum ada.



Karakteristik

Kemampuan komunikasi seorang anak dianggap terlambat jika kemampuan bicara dan atau bahasa anak tersebut jauh di bawah kemampuan bicara / bahasa anak seusianya. Kadang seorang anak memiliki kemampuan berbahasa reseptif (mampu memahami apa yang disampaikan lawan bicara) yang jauh lebih baik dibanding kemampuan berbahasa ekspresifnya, namun kondisi ini tidak selamanya terjadi.

Anak dengan masalah pendengaran bisa terlihat sulit memahami dan memberi jawaban jika pertanyaan yang diajukan padanya tidak dilakukan berkali-kali. Selain itu anak juga menunjukkan kemampuan bicara yang tidak akurat, misalnya „kehilangan“ suku kata awal atau suku kata akhir. Atau, anak tersebut menunjukkan seperti „ tidak nyambung „ saat dilakukan diskusi interaktif. Selain hal-hal tersebut, anak yang terbiasa berbahasa menggunakan dialek tertentu, dapat mengalami kesulitan bicara dan bahasa menggunakan dialek lain atau bahasa yang lain tentunya.


Sumber : www.forum.detik.com

Tidak ada komentar: