Rabu, 26 Mei 2010

Susahnya Mengontrol Buang Air Kecil (Enuresis)


Enuresis merupakan suatu kondisi dimana seorang anak tidak mampu menahan untuk buang air kecil (mengompol) baik di malam hari (disebut enuresis nocturnal atau primary nocturnal enuresis) maupun di siang hari (disebut enuresis diurnal). Enuresis nokturnal merupakan suatu kondisi dimana seorang anak tidak mampu menahan buang air kecil namun tetap mengompol pada malam hari saat tertidur. Syarat enuresis adalah anak berusia 5 tahun ke atas yang mengompol setidaknya 1-2 kali seminggu minimal dalam 3 bulan. Namun, ada juga yang menyebutkan enuresis nocturnal primer adalah suatu keadaan dimana anak sudah mampu menahan buang air kecil atau baru bias menahan buang air kecil tidak lebih dai 6 bulan berturut-turut sebelum enuresis mulai terjadi pada anak.

Untuk membedakan enuresis nokturnal dan diurnal, International Children’s Continence Society mempublikasikan standardisasi terminologi enuresis. International Children’s Continence Society mendefinisikan enuresis sebagai segala bentuk gejala mengompol yang terjadi dalam jumlah diskret pada malam hari, terlepas apakah hal tersebut berhubungan/tidak dengan gejala mengompol di siang hari. Hal ini perlu dibedakan dengan inkontinensia yang didefinisikan sebagai kebocoran urin tak terkendali yang terjadi secara intermiten atau kontinu dan terjadi setelah status kontinensia pernah tercapai. Inkontinensia kontinu berarti kebocoran urin konstan, seperti pada anak dengan ureter ektopik atau kerusakan iatrogenik pada sfingter eksterna. Sedangkan inkontinensia intermitten adalah kebocoran urin dalam jumlah diskret selama siang, malam, atau keduanya. Bentuk inkontinensia intermitten yang terjadi minimal di malam hari inilah yang mereka istilahkan dengan enuresis. Mereka juga menyebutkan bahwa kebocoran urin yang terjadi selama siang hari tidak lagi disebut sebagai enuresis diurnal tetapi sekarang disebut sebagai inkontinensia pada siang hari. Istilah lain yang perlu dibedakan dengan enuresis adalah dysfunctional voiding dimana terdapat inkompetensi kontraksi otot untuk menahan urin dan biasanya dihubungkan dengan konstipasi. Istilah ini juga merujuk pada sindroma eliminasi disfungsional.

Berdasarkan derajat penyakit, enuresis nokturnal terbagi menjadi derajat ringan (enuresis pada 1-6 malam di bulan terakhir), derajat sedang (enuresis pada 7 malam atau lebih di bulan terakhir dan tidak setiap malam), dan derajat berat (enuresis setiap malam). Sedangkan berdasarkan jumlah gejala yang dikeluhkan, enuresis dapat dibagi menjadi tipe monosimptomatik dan non-monosimptomatik. Anak dengan enuresis monosimptomatik hanya mengompol di malam hari dan tidak ada gejala inkontinensia pada siang hari. Sedangkan anak dengan enuresis non-monosimptomatik mengalami inkontinensia pada siang hari selain mengompol di malam hari. Enuresis non-monosimptomatik ini lebih sering terjadi karena kebanyakan pasien biasanya pernah mengalami gejala inkontinensia pada siang hari tetapi seringkali tidak cukup bermakna (subtle) untuk dikeluhkan. Hal ini baru diketahui jika anamnesis dilakukan dengan teliti.

Berdasarkan jelas/tidaknya penyebab, enuresis juga dapat dibagi menjadi enuresis primer dan enuresis sekunder. Enuresis primer didiagnosis pada individu yang belum pernah mengalami status kontinensia sejak lahir atau mengalami status kontinensia tidak lebih dari 6 bulan berturut-turut. Sedangkan enuresis sekunder didiagnosis pada individu yang telah mengalami periode kontinensia minimal 6 bulan berturut-turut sebelum onset enuresis. Manifestasi klinis enuresis primer yang sama dengan enuresis sekunder menunjukkan adanya kesamaan patogenesis umum pada kedua jenis enuresis tersebut. Oleh karena luasnya cakupan pembahasan mengenai enuresis sekunder yang merupakan akibat atau bagian dari gambaran klinis penyakit lain, makalah tinjauan pustaka ini akan lebih banyak menitikberatkan pembahasan enuresis primer yang bersifat monosimptomatik.


Faktor Risiko, Etiologi dan Patofisiologi

Beberapa faktor risiko yang terbukti berkaitan dengan enuresis derajat berat adalah inkontinensia pada siang hari, enkopresis, disfungsi kandung kemih dan jenis kelamin laki-laki. Sedangkan stress emosional dan masalah sosial dikaitkan dengan enuresis nokturnal derajat sedang. Enuresis dilaporkan terdapat pada sekitar 18,5% anak-anak yang bersekolah di siang hari dan pada sekitar 11,5% anak-anak yang ‘bersekolah’ di rumah. Prevalensi enuresis meningkat pada anak yang tinggal di desa, dengan pendapatan rendah dan dengan riwayat keluarga enuresis. Setelah dilakukan analisis multivariat, riwayat infeksi saluran kemih, usia, pendapatan bulanan rendah dan riwayat keluarga enuresis adalah faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan enuresis. Sekitar 46,4% orang tua dan 57,1% anak dengan enuresis memberikan perhatiannya terhadap dampak dari enuresis ini.

Seorang dokter harus menyadari bahwa PNE adalah diagnosis ‘keranjang sampah’ dan semua penyebab mengompol yang lain harus disingkirkan terlebih dahulu. Penyebab-penyebab enuresis sekunder antara lain neurogenic bladder dan kelainan medula spinalis lain yang terkait, infeksi saluran kemih, adanya katup uretra posterior pada laki-laki atau ureter ektopik pada perempuan.

Enuresis dapat terjadi tanpa sebab yang jelas atau idiopatik. Jika hal ini didapati, faktor patofisiologik yang patut diduga adalah gangguan bangun tidur, poliuria nokturnal, dan kapasitas nokturnal kandung kemih yang kurang. Gangguan bangun tidur adalah kondisi dimana anak tidak terbangun oleh rangsang suara yang biasanya direspon oleh anak normal, sehingga pada kasus enuresis, diduga anak tidak terbangun oleh distensi kandung kemih oleh urin. Sedangkan poliuria nokturnal adalah buang air kecil berlebihan pada malam hari yang ditentukan oleh faktor-faktor seperti jumlah makanan/cairan yang dikonsumsi sebelum tidur, sekresi antidiuretic hormone (ADH) yang rendah pada malam hari, peningkatan ekskresi cairan pada malam hari, dan kelebihan asupan kafein. Sedangkan kapasitas fungsional kandung kemih yang rendah dikaitkan dengan dengan banyaknya keluaran urin pada malam hari. Hal in terjadi karena anak dengan enuresis memiliki volume kandung kemih nokturnal yang lebih kecil. Selain itu, otot detrusor anak juga mengontraksikan kandung kemih ke volume yang lebih kecil lagi pada malam hari.


Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Evaluasi enuresis nokturnal dimulai dengan anamnesis. Penting untuk menentukan apakah enuresis merupakan primer atau sekunder. Pola enuresis juga harus ditentukan, yaitu mencakup berapa malam per minggu dan berapa kali (episode) per malam. Pola asupan cairan malam hari harus dicatat, demikian pula asupan kafein jika ada.

Anamnesis harus mencakup pertanyaan mengenai poliuria, polidipsia, urgensi, frekuensi, disuria, kelainan aliran urin, riwayat infeksi saluran kemih, mengompol spontan, dan keluhan saluran cerna (15% anak dengan enuresis juga mengalami enkopresis). Riwayat gangguan tidur seperti sleep apnea atau insomnia dan riwayat neurologik maupun perkembangan harus ditanyakan. Riwayat keluarga juga membantu investigasi enuresis.

Pemeriksaan fisik harus mencakup palpasi abdomen untuk menilai ada/tidaknya massa tinja, pemeriksaan tulang belakang segmen bawah untuk menilai ada/tidaknya stigmata kutaneus disrafisme spinalis (pigmentasi pada linea vertebralis), penilaian jepitan anus, dan evaluasi kekuatan motorik, tonus, refleks, dan sensasi di tungkai untuk membuktikan ada/tidaknya neurogenic bladder. Anak-anak yang mengalami gejala mengompol di siang hari atau tidak membaik dengan terapi harus dirujuk ke dokter spesialis anak.


Pemeriksaan Penunjang

Urinalisis adalah pemeriksaan yang paling penting untuk skrining anak dengan enuresis. Anak-anak dengan sistitis biasanya memiliki bukti adanya leukosit atau bakteri pada urinalisis mikroskopik. Anak-anak dengan overactive bladder atau dysfunctional voiding, obstruksi uretra, neurogenic bladder, ureter ektopik, atau diabetes melitus merupakan predisposisi terjadinya sistitis. Jika ditemukan bukti sistitis pada urinalisis, urin harus dikirim untuk kultur dan uji sensitifitas. Obstruksi uretra dihubungkan dengan adanya sel darah merah pada urin. Adanya glukosa menunjukkan kemungkinan diabetes melitus. Pengambilan urin acak atau urin pagi hari dengan berat jenis lebih dari 1,020 menyingkirkan diabetes insipidus. Pemeriksaan darah pada pasien enuresis biasanya tidak dibutuhkan kecuali dicurigai ada kondisi lain yang menjadi indikasi pemeriksaan tersebut.



Daftar Pustaka :

www.imsj.globalkrching.com

Encopresis yang Terjadi pada Anak II

Malu campur bingung. Begitulah perasaan Ibu Siska ketika mendapat laporan dari guru kelas tentang anaknya, Rendi (8). Sang bocah rupanya kedapatan buang air besar (BAB) di celana. Yang membuat malu, kejadian ini bukan sekali dua kali saja. Padahal, kalau di rumah Rendi biasa buang air sendiri di kamar mandi. Lalu, ada apa dengan Rendi?

dr. Rini Sekartini, Sp.A., mengatakan bahwa kemungkinan besar Rendi mengalami encopresis, yaitu ketidakmampuan untuk mengendalikan atau menahan BAB tanpa ditemukannya kelainan atau penyakit. Kebanyakan gejala ini memang dialami oleh anak usia SD. "Ini sesuatu yang tak normal atau tak biasa," kata dokter dari Subbagian Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo.


Hasil Penelitian

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa sekitar 1,5 persen anak usia SD mengalami encopresis. Lebih rinci lagi, 2 persen dari jumlah tersebut adalah anak laki-laki usia 8 tahun. Sementara anak perempuan usia 8 tahun yang mengalami encopresis hanya 0,7 persen. Masih menurut survei, anak laki-laki lebih sering mengalami encopresis sekitar 3 kali lipat dibandingkan anak perempuan. Ternyata anak perempuan lebih cepat menerapkan toilet training dibandingkan anak laki-laki.

Kejadian encopresis tak berkaitan sama sekali dengan faktor genetik, status sosial, atau status ekonomi. Jadi, siapa pun bisa mengalaminya. Pada beberapa kasus, encopresis dialami oleh anak yang hiperaktif dan ADHD.

Menurut dr.Rini, ada 2 klasifikasi mengapa anak mengalami encopresis. Pertama, anak belum pernah dilatih toilet training. Jadi, dia selalu BAB di celana. Kedua, anak pernah dilatih toilet training dan bisa menerapkannya. Namun, karena kondisi tertentu si anak kemudian tak bisa mengendalikan buang air lagi sehingga terjadilah encopresis. Ia juga menambahkan, anak yang mengalami encopresis di usia sekolah bukan berarti dia mengalami kemunduran atau regresi. Untuk melihat apakah ada sesuatu yang serius tentunya harus memperhatikan seluruh aspek perkembangan si anak, Apakah perkembangan bahasa, motorik, dan kognitifnya juga ikut mengalami regresi atau tidak.


Penyebab Encopresis

Penyebab encopresis masih belum diketahui, namun faktor yang mungkin menjadi penyebab diantaranya yaitu :

a. Stres

Anak mengalami beban pikiran yang tak terselesaikan. Entah itu masalah di sekolah atau di rumah. Misalnya, masalah pelajaran yang terlalu berat atau lingkungan sekolah yang membuatnya tak nyaman. Permasalahan dengan orang tua, seperti merasa kurang diperhatikan atau kurang kasih sayang, juga dapat menjadi beban pikiran.

b. Kurang Aktivitas Fisik

Anak yang kurang melakukan aktivitas fisik beresiko mengalami encopresis. Sebaiknya di usia sekolah, dimana anak tengah bersemangat melakukan eksplorasi, ia diberi berbagai kegiatan. Tujuannya selain untuk mengantisipasi terjadinya encopresis, juga demi mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.

c. Seringnya Menahan BAB

Ada beberapa anak yang sering menahan BAB. Alasannya beragam. Misalnya, anak terlalu asyik melakukan suatu kegiatan sehingga enggan pergi ke toilet. Namun karena rangsangan untuk BAB begitu kuat dan tak bisa ditahan lagi, akhirnya terjadilah encopresis.

Sebagian anak menahan BAB karena tak terbiasa menggunakan sarana umum, terutama toilet yang kurang bersih. Misalnya, kamar mandi di sekolah yang ternyata bau dan kotor yang bertolak belakang dengan toilet di rumah yang terjaga kebersihannya. Akhirnya dia memilih menahan BAB ketimbang harus memakai toilet sekolah. Saat si anak tak kuat lagi menahan, terjadilah encopresis. Syukur-syukur kalau ia berterus terang BAB di celana, karena biasanya mereka akan diam seribu basa. Baru ketahuan orang lain setelah tercium aromanya yang tak sedap.

d. Makanan/Minuman

Encopresis juga bisa dipengaruhi oleh asupan makanan yang kurang baik yang menyebabkan gangguan di saluran pencernaan. Misalnya sering menyantap makanan berlemak tinggi, berkadar gula tinggi atau junk food. Minuman yang mengandung banyak gula dan soda juga bisa mencetuskan terjadinya encopresis.

e. Trauma

Contohnya, akibat sembelit atau kesulitan mengeluarkan tinja karena keras. Lama-kelamaan anak menjadi trauma karena setiap kali BAB ia merasa sakit. Untuk menghindari rasa sakit itu, ia jadi sering menahan untuk tidak BAB.

f. Obat-obatan

Encopresis juga bisa terjadi karena efek obat-obatan yang bisa menyebabkan terhambatnya pengeluaran kotoran. Misalnya, obat batuk yang mengandung zat seperti codein. Encopresis terjadi karena obat tersebut tak cocok atau dipakai dalam jangka panjang.

g. Toilet Training yang tidak berhasil

Pengajaran atau pelatihan buang air (toilet training) yang dilakukan dengan memaksa anak, cepat atau lambat akan menjadi tidak efektif. Begitu pula kalau misalnya anak yang BAB di celana lantas dimarahi orang tua.


Akibat dari Encopresis

Anak yang mengalami encopresis akan mengalami berbagai masalah emosi, seperti rendah diri, tak mau bersosialisasi atau menarik diri dari pergaulan. Ia juga akan merasa malu, takut dicemooh, atau khawatir dimarahi. Belum lagi secara fisik, anak mengalami nyeri di bagian perut karena berusaha menahan BAB.

Akhirnya, kotoran yang harusnya dibuang tetapi tertahan di dalam perut. Dalam beberapa kasus encopresis menyebabkan infeksi pada salurah kemih karena kebiasaan menahan BAB. Ada juga yang mengalami gangguan iritasi kulit atau jamur karena kebersihan tak terjaga. Kalau sudah begitu, anak juga akan kehilangan nafsu makan sehingga rentan sakit.


Terapi Encopresis

Penderita encopresis membutuhkan penanganan yang tepat dengan melakukan terapi. Menurut dr.Rini prinsip terapinya adalah konseling atau edukasi pada anak mengenai BAB. Mereka dapat cepat memahami penjelasan yang diberikan mengingat kemampuan kognitif anak seusia ini sudah berkembang.

Salah satunya adalah terapi yang bisa dilakukan kalau anak selalu menahan BAB karena merasa jijik dan tak mau masuk ke kamar mandi umum:

o Tanamkan bahwa tidak semua kamar mandi umum/sekolah akan resik dan wangi sesuai dengan harapannya

o Sebelum menggunakan toilet umum/sekolah, minta ia membersihkan dengan menyiramnya terlebih dahulu

o Tak ada salahnya anak selalu dibekali tisu, masker, dan pengharum ruangan untuk lebih menyamankannya saat di toilet umum

o Yang pasti, jangan beri anak pembalut untuk mengatasi encopresis-nya. Ini justru tak mendidik

o Jika masalah psikologis anak tampak berat, sampai stres atau trauma misalnya, ada baiknya orang tua dan anak duduk bersama membahas permasalahan yang dihadapi. Jika perlu konsultasikan dengan psikolog.

o Terapkan pola makan yang baik dan teratur. Usahakan banyak mengonsumsi makanan berserat, sayuran, buah-buahan, serta susu. Kurangi konsumsi makanan berlemak tinggi, junk food, dan soft drink

o Kepada anak yang selalu merasa nyeri saat mau BAB bisa diberikan obat-obatan untuk pengencer tinja. Namun, penggunaanya harus tetap berdasarkan rekomendasi dokter

o Ajarkan untuk melakukan BAB secara teratur, misalnya pagi atau malam hari.

o Jangan salahkan atau cemooh anak kalau mengalami encopresis, harunya orang tua selalu mendukung dan membantu kesulitan anak.


Kesimpulan :

Encopresis dapat terjadi pada siapa saja. Untuk itu berusahalah memberikan perhatian terhadap anak kecil yang ada disekiling (anak, adik sendiri, keponakan, atau sepupu). Dengan perhatian itu diharapkan dapat mencegah terjadinya encopresis. Perhatian dapat dilakukan dengan pembelajaran toilet (toilet training) dan asupan makanan.


Sumber :

www.tabloid-nakita.com

Encopresis yang Terjadi pada Anak

Encopresis merupakan suatu kondisi dimana seorang anak tidak mampu mengendalikan keinginannya untuk buang air besar secara tiba-tiba dan bukan disebabkan oleh penyakit atau kelainan fisik. Encopresis terjadi karena seringnya anak tidak mau belajar ke toilet (toilet training tidak berhasil), terjadi pada usia 3 tahunan sekitar 17 % dan 1 % pada usia 4 tahunan. Namun, sembelit kronis yang terjadi didalam dinding usus besar dan mengurangi kesadaran anak tersebut untuk usus besar yang penuh, menghalangi control otot kadang kala menyebabkan encopresis.

Seorang dokter terlebih dulu berusaha untuk memastikan penyebabnya. Jika penyebabnya adalah sembelit, pencahar dianjurkan dan cara lain ditetapkan untuk memastikan buang air besar secara teratur. Setelah buang air besar teratur tercapai, kebocoran seringkali berhenti. Jika cara ini gagal, tes diagnosa kemungkinan dilakukan, seperti sinar-X pada perut dan kadang sebuah biopsi pada dinding anus, dimana contoh jaringan diambil dan diteliti di bawah sebuah mikroskop. Jika penyebab fisik ditemukan, hal itu seringkali bisa diobati. Pada kasus yang paling berat, konseling psikologi kemungkinan diperlukan untuk anak yang encopresis adalah hasil penolakan pada latihan bertoilet atau masalah prilaku yang lainnya.



Sumber :

www.medicastore.com

Terapi Enuresis


Terapi perilaku (behavioral therapy) merupakan salah satu terapi yang disarankan untuk pasien enuresis. Pada terapi ini, anak dibiasakan untuk buang air kecil lebih sering dan terjadwal serta membiasakan anak untuk buang air besar setelah sarapan pagi. Hal ini tentu memerlukan motivasi terus-menerus dan dievaluasi setiap 6 bulan. Anak juga dapat diajarkan untuk belajar merelaksasi kandung kemih dan dasar pelvisnya.

Pada sebuah penelitian tanpa kontrol, keberhasilan dalam menangani konstipasi, tanpa adanya intervensi lain, menyebabkan resolusi enuresis pada 63% dari 41 pasien. Obat yang mampu melunakkan tinja membantu meningkatkan keteraturan peristaltik untuk mengoptimalkan pengosongan usus. Pemberian polietilen glikol, yang tidak berasa bagi hampir semua anak dan memiliki efek samping yang minimal, merupakan cara yang efektif mengatasi konstipasi dibandingkan dengan placebo.

Terapi farmakologik terdiri atas desmopressin, antikolinergik, dan antidepressan trisiklik. Desmopressin dapat mengurangi poliuria nokturnal. Sediaannya yang dalam bentuk sprai nasal memiliki waktu paruh yang panjang sehingga perlu diwaspadai kemungkinan intoksikasi air dan hiponatremia. Formulasi oral lebih aman digunakan dengan waktu paruh yang pendek. Anak-anak memerlukan pembatasan cairan sebelum tidur ketika menggunakan obat ini. Obat ini tidak dapat menambah kapasitas kandung kemih.

Antikolinergik dapat menjaga stabilitas dan meningkatkan kapasitas kandung kemih. Penggunaan antikolinergik akan bermanfaat jika dikombinasikan dengan desmopressin. Anak-anak dengan pengobatan ini harus konsultasi ke dokter lebih rutin karena kemungkinan efek samping penggunaannya. Antidepressan trisiklik (contohnya, imipramin) hanya digunakan ketika terapi lain gagal. Perubahan afek dan gangguan tidur sering terjadi pada pasien enuresis. Antidepressan trisiklik juga dapat membawa risiko kematian akibat overdosis dan bekerja hanya pada 20% kasus.

Desmopressin memang telah diterima sebagai terapi medikamentosa untuk terapi enuresis nokturnal primer yang monosimptomatik. Namun, beberapa pasien ditemukan tidak berespon terhadap terapi ini. Pada pasien ini, dapat diberikan alternatif kombinasi desmopressin dan terapi antikolinergik. Untuk menguji efikasi kombinasi ini, Austin et al melakukan penelitian mengenai hasil akhir atas kombinasi terapi ini. Setelah 1 bulan terapi, terdapat penurunan signifikan angka rata-rata terjadinya enuresis pada kelompok subjek yang mendapat kombinasi terapi dibandingkan plasebo. Dengan pendekatan rumus, diperkirakan adanya penurunan signifikan 66% risiko enuresis dibandingkan dengan placebo.

Radmayr et al melakukan penelitian terhadap 36 penelitian acak atas 20 anak berusia antara 5 dan 16 tahun yang mendapat terapi akupunktur atau desmopressin saja dan melakukan evaluasi setelah 6 bulan terapi. Sekitar 75% dan 65% pasien tidak lagi mengalami enuresis. Tidak adanya perbedaan signifikan di antara kedua modalitas terapi pada penelitian ini menunjukkan bahwa akupunktur dapat menjadi alternatif terapi. Akupunktur diduga memicu perubahan homeostatik dengan menguatkan chi ginjal dan limpa serta meregulasi otak. Namun, peneliti tidak menyebutkan secara jelas bagaimana mekanisme yang rinci mengenai penguatan ginjal dan limpa serta regulasi otak ini. Sayangnya, penelitian yang mendukung efektifitas akupunktur pada pasien enuresis dilakukan dengan jumlah subjek penelitian yang sedikit dan desain penelitiannya tidak menggunakan kontrol sehingga sulit untuk menarik kesimpulan apakah akupunktur dapat direkomendasikan pada pasien enuresis.


Komplikasi dan Prognosis

Pada enuresis primer, masalah psikologis hampir selalu menjadi akibat dari penyakit ini dan jarang sekali sebagai penyebabnya. Sebaliknya, masalah psikologis merupakan penyebab yang mungkin didapati pada enuresis sekunder. Komorbiditas masalah perilaku adalah 2-4 kali lebih tinggi pada anak dengan enuresis di semua penelitian epidemiologik. Dampak emosional enuresis pada anak dan keluarga juga dapat terjadi.

Anak-anak dengan enuresis lebih sering dihukum dan berisiko mengalami perlakuan kasar secara fisik dan emosional. Beberapa penelitian melaporkan adanya perasaan malu dan kecemasan pada anak-anak dengan enuresis, kehilangan kepercayaan diri dan berpengaruh terhadap persepsi diri, hubungan interpersonal, kualitas hidup, dan prestasi di sekolah. Dampak negatif yang signifikan pada kepercayaan diri dilaporkan bahkan pada anak dengan episode enuresis satu kali per bulan saja. Sebuah penelitian potong lintang (cross-sectional study) dilakukan terhadap 149 pasien berusia antara 6 dan 18 tahun yang didiagnosis enuresis nokturnal primer monosimptomatik. Delapan puluh sembilan persen (n=132) pasien mengalami kekerasan akibat mengompol. Semua kasus ditandai oleh adanya hukuman verbal (caci maki) yang berhubungan atau tidak berhubungan dengan tipe agresi. Hukuman fisik tanpa kontak terjadi pada 50,8% kasus sedangkan hukuman fisik yang disertai kontak terjadi pada 48,5% kasus. Pelaku utama kekerasan adalah ibunya sendiri (87,9%). Terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat pendidikan pelaku dan beratnya hukuman.

Tingkat kesembuhan spontan untuk anak-anak yang tidak diobati adalah 15% per tahun. Ketika enuresis merupakan satu-satunya gejala yang dikeluhkan, terapi perilaku atau terapi alarm dapat bersifat kuratif untuk masalah ini. Desmopressin asetat dapat mengendalikan enuresis pada 55% anak. Ketika gejala ini juga terjadi pada siang hari, prognosisnya akan bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Prognosisnya sempurna jika enuresis terjadi akibat sistitis, ureter ektopik, apneu obstruktif saat tidur, diabetes melitus, diabetes insipidus, penyakit dengan gejala kejang, blok jantung, atau hipertiroidisme. Enuresis akibat sistitis harus diatasi dengan terapi antibiotik yang tepat. Sedangkan ureter ektopik, apneu obstruktif saat tidur, dan blok jantung berespon terhadap intervensi bedah.

Diabetes mellitus, diabetes insipidus, dan hipertiroidisme berespon terhadap intervensi medikamentosa yang spesifik. Enuresis akibat overactive bladder atau dysfunctional voiding biasanya dapat teratasi tetapi inkotinensia pada siang hari dapat berlanjut hingga masa pubertas dan dewasa pada sekitar 20% pasien. Prognosis enuresis akibat neurogenic bladder tergantung pada penyebab neurologik dan apakah pasien dapat menjalani pembedahan atau tidak. Enuresis di masa kecil berhubungan dengan timbulnya gejala sisa di usia dewasa, contohnya dalam hal fungsi sosial, pencapaian pendidikan, dan eksistensi diri secara psikologik. Sebuah penelitian menunjukkan penundaan perkembangan koordinasi motorik pada anak dengan riwayat enuresis di usia 7 dan 11 tahun.


Pencegahan

Cara pencegahannya yaitu anak harus dibiasakan untuk buang air kecil di toilet setiap pagi hari dan diberi penjelasan agar tidak menahan buang air kecil serta keadaan atau kondisi yang membuat anak tidak nyaman untuk menggunakan toilet sebisa mungkin dihindari. Dengan pencegahan seperti ini dapat memperbaiki hilangnya kepercayaan diri anak, psikologis sekunder atau masalah-masalah perilaku yang berkembang akibat enuresis. Anak juga harus dibiasakan untuk buang air besar setelah makan pagi, diet kaya serat, dan tidak terbiasa menahan buang air besar. Anak harus mengurangi minum setelah makan malam sehingga anak harus dibebaskan minum pada pagi dan awal siang hari.



Daftar Pustaka :

www.imsj.globalkrching.com

Jumat, 21 Mei 2010

Menjaga Kesehatan Mata

Kulit di sekitar mata merupakan kulit wajah yang paling sensitif karena otot-otot didalamnya cenderung lebih lemah sehingga dapat mudah bereaksi. Reaksi yang muncul biasanya kulit sekitar mata menjadi mengendur, mudah iritasi. Perubahan ini disebabkan oleh bertambahnya usia, konsumsi gizi ataupun penggunaan produk-produk kecantikan mata. Penggunaan krim mata adalah salah satu solusi agar masalah-masalah itu dapat dicegah atau berkurang. Pada umumnya krim mata memiliki kandungan pelembab dan vitamin yang lebih dibandingkan krim pelembab lainnya. Selain moisturizer, krim mata juga mengandung serum ataupun zat lain seperti vitamin E, kolagen, vitamin C yang mampu melawan penuaan khususnya daerah sekitar mata. Penggunaan krim mata yang baik adalah malam hari karena malam hari merupakan waktu-waktu yang tepat untuk perbaikan sel-sel kulit tetapi sebelum menggunakan krim mata bersihkanlah terlebih dahulu make up terutama eye shadow atau eye shadow base. Pembersihan ini dilakukan untuk menghindari iritasi atau gatal-gatal serta rasa pedih.


Pijatan Mata

Banyak orang yang berpikir bahwa pijatan mata merupakan hal yang tidak diperbolehkan karena kesensitifan mata itu sendiri. Namun, hal tersebut tidaklah benar karena mata boleh dipijat tetapi dengan dengan sentuhan atau pijatan-pijatan lembut. Caranya gunakan jari tengah pada kedua tangan kemudian lakukan pengurutan dari bagian tengah kelopak mata kea rah luar. Lanjutkan dengan bergerak ke sudut bagian dalam. Cara lainnya, lakukan pengurutan serupa untuk kelopak mata bagian bawah. Pijat juga perlahan-lahan mulai dari bagian pangkal hidung, dari atas ke bawah. Lakukan gerakan ini secara rutin setiap kali akan tidur.


Perawatan Internal

Mata tidak hanya perlu dirawat dari luar saja tetapi perlu juga dirawat dari dalam yaitu dengan pengonsumsian vitamin C dengan dosis yang tepat.


Kesimpulan :

Untuk menjaga kesehatan dan kecantikkan mata cara yang tepat yaitu :

  • Gunakan pelembab atau krim mata untuk menjaga elastisitas kulit mata pada siang atau malam hari
  • Perbanyak mengonsumsi sayuran, buah, dan air putih
  • Gunakan jari manis saat mengoleskan produk mata, karena biasanya jari manis peling lembut diantara jari-jari lainnya.
  • Tidur dengan posisi terlentang dan serelaks mungkin. Hindari tidur dengan posisi tengkurap karena akan membebani mata
  • Mentimun dan kentang dapat membantu kompres mata an dapat memberikan efek segar pada mata
  • Untuk menjaga krim mata agar tetap segar letakkanlah krim mata itu di tempat yang sejuk seperti lemari es

Sumber Referensi :

Majalah Asian edisi 244/2007

Apakah TORCH itu ?


Saat saya sedang membaca majalah Kartini edisi 2235, saya tertarik dengan rubrik Kesehatan yang membahas tentang infeksi TORCH. TORCH merupakan kependekkan dari TOxoplasma Rubella Cytomegalovirus Herpes Simpleks. Banyak wanita yang mengalami infeksi ini. Jika seorang wanita terinfeksi TORCH saat hamil, dapat menyebabkan gangguan seperti cacat janin, keguguran atau bayi lahir mati.


TOxoplasma

TOxoplasma disebabkan oleh parasit yang bernama toxoplasma gondii. Menurut dr BAsuki Mulyono, SpOG, parasit itu hidup di dalam usu binatang mamalia seperti kucing dan anjing. Penularannya melalui kotoran binatang-binatang mamalia tersebut. Misalnya, ada lalat hinggap pada tanah yang terdapat parasit toxoplasma gondii kemudian lalat ini hinggap di makanan dan makanan tersebut dimakan oleh manusia maka manusia tersebut akan tertular, sehingga parasit itu akan tumbuh dan berkembang biak.

Penularan juga bisa melalui pengonsumsian daging mentah atau setengah matang yang mengandung parait itu. Kemudian transplantasi organ tubuh dari donor penderita toxoplasma kepada penerima organ tubuh yang belum pernah terinfeksi toxoplasma.

Jika wanita hamil yang terinfeksi akan menyebabkan gangguan seperti keguguran atau bayo mati. Disebut bayi mati, bila bayi berada didalam kandungan berusia paling sedikit 28 minggu dan tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Parasit toxoplasma gondii melewati plasenta maka timbulah gangguan-gangguan itu. Toxoplasma juga dapat menyebabkan bayi mengalami kelainan mata dan telinga, retardasi mental, radang selpaut otak dan timbunan air di selaput otak. Bila kejadiannya menyerang bayi prematur maka akan lebih berbahaya lagi.

Untuk mencegah penyakit ini biasakanlah untuk hidup bersih. Cuci tangan sebelum makan, memasak makanan yang baik dan higienis, hindari kotoran anjing dan kucing atau binatang yang suka buang air di sembarang tempat karena kotorannya yang mengandung parasit toxoplasma akan mudah sekali menulari manusia.


Rubella

Penyakit rubella disebut juga sebagai campak jerman. Penyakit ini akan menyebabkan pembengkakan kelenjar, sakit tulang sendi dan bintik-bintik merah di bagian muka hingga leher selama dua atau tiga hari. Rubella biasanya menyerang anak-anak, tetapi juga bisa menyerang remaja dan dewasa.

Wanita hamil yang tertular rubella akan menyebabkan beberapa gangguan. Resikonya tergantung kapan penyakit itu tertular. Bila terjadinya pada bulan pertama maka kemungkinan menyebabkan terjadinya kelainan sebesar 50%, sedangkan bila terjadi pada bulan ketiga terjadi kelainan sebesar 25%. Bentuk gangguan berupa kematian janin, keguguran dan cacat bawaan. Bisa juga setelah bayi lahir akan menderita gangguan pendengaran, penglihatan, jantung, kelainan tulang, kekurangan hormon pertumbuhan, kencing manis dan radang paru-paru.

Pencegahan rubella dapat dilakukan dengan vaksin. Vaksin ini biasanya diberikan pada anak usia 12 bulan dan 4 tahun. Saat vaksin diberikan, harus dipastikan wanita tidak hamil dan tidak akan hamil selama dua bulan ke depan. Reaksi dari vaksin itu biasanya badan menjadi kurang enak, demam dan bintik-bintik merah di beberapa bagian tubuh. Untuk mengatasi keluhan-keluhan itu, perlu banyak minum, meletakkan kain basah di lokasi suntikan dan minum obat demam.


Cytomegalovirus

Human cytomegalovirus merupakan penyebab penyakit ini. Penularannya melalui air seni, ludah, air susu, cairan vagina dan transfuse darah yang terinfeksi virus. Infeksi virus dapat terjadi pada orang dewasa atau anak-anak. Tanda-tanda awal hanya keputihan sedikit dan memerah disekitar vagina makanya penderita tidak menyadari kalau dirinya terinfeksi virus ini. Virus ini bisa bertahap hidup dalam tubuh si penderita selama bertahun-tahun. Virus akan aktif bila kondisi oran tubuh yang terdapat virus tersebut akan mengalami penurunan daya tahan. Terkadang virus ini akan menyebabkan vertigo, migran, radang sendi, radang tenggorokan, radang lambung, lesu, keluhan saraf mata dan otak.

Jika yang terinfeksi adalah wanita hamil akan menyebabkan janin tertilar dan mengalami gangguan seperti pembesaran hati, kuning, pengapuran otak, ketulian, retardasi mental dan lain-lain. Bayi yang mengalami infeksi akan menampakkan gejala-gejala pada minggu ketiga hingga kedua belas. Jika infeksi terjadi pada masa sebelum kelahiran, gejala yang muncul antara lain berat badan lahir rendah, kepala kecil, pengapuran, retardasi mental, pembesaran hati dan ginjal.


Herpes Simpleks

Virus ini ditularkan melalui hubungan seksual dan air liur. Penyakit ini ada dua tipe. Tipe pertama cukup berbahaya. Bila wanita hamil yang terinfeksi virus ini pada trisemeter pertama, virus akan menembus plasenta kemudian masuk ke janin. Hal itu akan mempengaruhi pembentukan organ-organ janin. Harus segera ditangani agar janin tidak mengalami kecacatan atau kematian. Herpes simpleks kedua tidak sebahaya tipe pertama. Bayi yang terlahir ari ibu yang terinfeksi virus ini ketika masa kehamilan biasanya memperlihatkan kulitnya memerah, rasa gatal, panas, nyeri bahkan sampai melepuh.

Pencegahan penularan adalah unutk tidak berganti-ganti pasangan juga hindari ciuman antarbibir, sebab cara itu merupakan media yang baik bagi penularan virus ini. Kemudian bila mengalami gejala-gejala diatas harus segera diatas oleh dokter dan penyembuhannya harus berkeinambungan karena kemungkinan virus ini akan kambuh.


Kesimpulan :

Cukup menakutkan iya penyakit-penyakit diatas, ngga kebayang kalau terjadi pada diri kita. Untuk itu jagalah kebersihan diri agar daya tahan tubuh tidak cepat menurun, kemudian hindari makanan-makanan mentah, melakukan sceening dan vaksinasi bagi ibu-ibu hamil, karena dengan seperti itu penyakit-penyakit TORCH akan menjauhi diri kita.

e. Nama Lain

Collier pertama dijelaskan dyspraksia perkembangan sebagai maladroitness bawaan. A. Jean Ayres menyebutnya sebagai gangguan integrasi sensorik pada tahun 1972 sedangkan pada tahun 1975 Dr Sasson Gubbay menyebutnya sindrom anak 'kikuk’ ('clumsy child syndrome'). Hal ini juga disebut disfungsi otak minimal meskipun kedua nama terakhir ini tidak lagi. digunakan. Nama lainnya termasuk :

o Dyspraxia

o Developmental Co-ordination Disorder - kondisi agak berbeda dengan definisi, dalam prakteknya, sangat mirip

o Sensorimotor disfungsi (Sensorimotor dysfunction)

o Perceptuo-motor disfungsi (Perceptuo-motor dysfunction)

o Gangguan pembelajaran motorik (Motor Learning Difficulties)

Organisasi Kesehatan Dunia saat ini daftar Dyspraxia sebagai Gangguan Perkembangan Pembangunan Motorik Fungsi Tertentu (Specific Developmental Disorder of Motor Function).


Daftar Pustaka :

www.wikipedia.com

d. Tumpang Tindih dengan Kondisi Lain

Dyspraksia mungkin mengalami kesulitan lain yang tidak disebabkan dyspraxia sendiri tetapi sering beriringan. Hal ini terkadang disebut sebagai komorbiditas mungkin memiliki karakteristik yang mengalami disleksia (kesulitan membaca dan ejaan), dyscalculia (kesulitan dengan matematika), dysgraphia (ketidakmampuan untuk menulis rapi dan / atau menggambar). Gangguan bahasa ekspresif (kesulitan dengan ekspresi verbal), ADHD (rentang perhatian miskin dan perilaku impulsif), atau Asperger syndrome (terdiri berbagai kognitif sosial miskin, pemahaman harfiah dari [bahasa membuat sulit untuk memahami idiom] sarkasme atau dan kaku, kepentingan intens). Namun, mereka tidak mungkin memiliki masalah dalam semua bidang. Pola kesulitan bervariasi secara luas dari orang ke orang, dan penting untuk memahami bahwa satu kelemahan utama dyspraxic bisa menjadi kekuatan atau hadiah bagi orang lain. Sebagai contoh, sementara beberapa dyspraksia mengalami kesulitan dengan membaca dan ejaan karena adanya tumpang tindih dengan disleksia, atau berhitung karena adanya tumpang tindih dengan dyscalculia, yang lain mungkin membaca cemerlang dan ejaan atau kemampuan matematika. Demikian pula, beberapa memiliki karakter autis seperti kurang penghargaan terhadap ironi atau isyarat-isyarat sosial, sementara yang lain tumbuh pada rasa humor yang ironis sebagai alat ikatan dan sarana untuk mengatasi.

Siswa dengan perjuangan dispraksia paling dalam memori visual-spasial. Bila dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tidak memiliki kesulitan motor, siswa dengan dyspraxia yang 7x lebih besar daripada biasanya mengembangkan siswa untuk mencapai nilai yang sangat miskin di memori visual-ruang sebagai akibat dari penurunan memori kerja, siswa dengan dyspraksia telah belajar defisit juga.

Siswa dengan dyspraksia juga dapat memiliki gangguan komorbid bahasa (SLI). Penelitian telah menemukan bahwa siswa dengan dyspraxia dan kemampuan bahasa yang normal masih mengalami kesulitan belajar meskipun kekuatan relatif dalam bahasa. Ini berarti bahwa untuk mahasiswa dengan kemampuan kerja mereka dyspraxia memori menentukan kesulitan belajar mereka. Setiap kekuatan dalam bahasa yang mereka miliki tidak mampu cukup mendukung pembelajaran mereka.


Daftar Pustaka :

www.wikipedia.com

c. Kesulitan Umum

Di samping gangguan fisik, dyspraksia dikaitkan dengan masalah dengan memori, terutama memori jangka pendek. Hasil dalam kesulitan mengingat petunjuk, kesulitan mengatur waktu seseorang dan mengingat tenggat waktu, meningkatnya kecenderungan untuk kehilangan hal-hal atau masalah melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan beberapa langkah mengingat urutan (seperti memasak) Sementara. sebagian besar populasi umum mengalami masalah ini sampai batas tertentu, mereka memiliki dampak yang lebih signifikan terhadap kehidupan dyspraksia. Namun, banyak dyspraksia memiliki kenangan jangka panjang yang sangat baik, meskipun miskin dalam memori jangka pendek. Banyak dispraksia yang memanfaatkan dari bekerja di lingkungan yang terstruktur, mengulangi rutinitas yang sama meminimalkan kesulitan dengan manajemen waktu dan memungkinkan mereka untuk melakukan prosedur ke memori jangka panjang.

Orang dengan dyspraksia mungkin disfungsi integrasi sensorik, termasuk oversensitivity normal atau undersensitivity untuk rangsangan secara fisik, seperti sentuhan, cahaya, dan suara. Hal ini dapat memanifestasikan dirinya sebagai ketidakmampuan untuk mentolerir beberapa tekstur seperti kain amplas atau beberapa dan termasuk oral toleransi berlebihan makanan bertekstur (umumnya dikenal sebagai makan pilih-pilih), atau bahkan disentuh oleh individu lain (dalam kasus sentuhan oversensitivity) atau mungkin memerlukan penggunaan konsisten dari kacamata luar rumah karena sinar matahari dapat cukup kuat untuk menyebabkan ketidaknyamanan (dalam kasus oversensitivity cahaya). Keengganan untuk musik keras dan alami lingkungan keras (seperti klub dan bar) adalah perilaku khas individu dyspraksia yang menderita oversensitivity pendengaran, sementara hanya yang nyaman di luar biasa hangat atau dingin lingkungan adalah khas dari dyspraxic dengan oversensitivity suhu. Undersensitivity terhadap rangsangan juga mungkin menimbulkan masalah. Dyspraksia yang undersensitive rasa sakit dapat melukai diri sendiri tanpa menyadarinya. Beberapa dyspraksia mungkin sensitif untuk beberapa rangsangan dan undersensitive kepada orang lain. Orang dengan dyspraksia terkadang mengalami kesulitan pemoderasi jumlah informasi sensorik bahwa tubuh mereka terus-menerus mengirim mereka, jadi sebagai akibat orang-orang ini rentan terhadap serangan panik. Memiliki ciri-ciri autis lainnya (yang umum dengan dyspraxia dan kondisi terkait) juga dapat menyebabkan serangan panik indra-induced.

Dyspraksia dapat menyebabkan masalah dengan persepsi jarak, dan dengan kecepatan benda bergerak dan orang-orang. Hal ini dapat menyebabkan masalah bergerak di tempat-tempat yang ramai dan persimpangan jalan dan dapat membuat belajar mengendarai mobil sangat sulit atau tidak mungkin. Banyak dyspraksia memerlukan perjuangan untuk membedakan kiri dan kanan, bahkan sebagai orang dewasa, dan memiliki rasa yang sangat miskin dari arah umumnya. Sedang kesulitan ekstrim melakukan tugas-tugas fisik yang dialami oleh beberapa dyspraxiksia, dan kelelahan sering terjadi karena energi ekstra begitu banyak yang dikeluarkan ketika mencoba untuk mengeksekusi gerakan fisik dengan benar. Beberapa (tetapi tidak semua) dyspraksia menderita hypotonia,. Yang dalam hal ini secara kronis otot nada rendah disebabkan oleh dyspraksia. Orang dengan kondisi ini dapat memiliki kekuatan otot yang sangat rendah dan daya tahan (bahkan dibandingkan dengan dyspraksia lain), dan bahkan kegiatan fisik paling sederhana dengan cepat dapat menyebabkan rasa sakit dan kelelahan, tergantung pada beratnya hypotonia tersebut. Hypotonia dapat memperburuk keseimbangan dyspraksia.


Daftar Pustaka :

www.wikipedia.com

Koordinasi, dan citra tubuh

Masalah dengan koordinasi motorik kasar berarti bahwa sasaran utama termasuk perkembangan berjalan, berlari, memanjat dan melompat dapat terpengaruh. Kesulitan bervariasi dari anak untuk anak dan dapat mencakup sebagai berikut:

o Miskin waktu

o Miskin keseimbangan (kadang-kadang bahkan jatuh pada pertengahan-langkah). Tersandung kaki sendiri juga tidak lazim

o Sulit menggabungkan gerakan menjadi urutan dikendalikan

o Sulit mengingat gerakan berikutnya secara berurutan

o Permasalahan dengan kesadaran spasial, atau propersepsi

o Beberapa orang dengan dyspraksia mengalami kesulitan mengambil dan memegang benda sederhana karena otot miskin dan atau proprioception.

o Penyakit ini dapat menyebabkan seseorang menjadi canggung ke titik mengetuk hal-hal dan menabrak orang tanpa sengaja

o Beberapa orang dengan dyspraxia mengalami kesulitan dalam menentukan kiri dari kanan

o Cross-laterality, ketangkasan luar biasa, dan suatu pergeseran di tangan pilihan juga umum pada orang dengan dyspraksia

o Orang dengan dyspraxia juga mungkin mengalami kesulitan menentukan jarak antara mereka dan objek lainnya


Daftar Pustaka :

www.wikipedia.com

b. Profil Pembangunan (Developmental Profile)

Berbagai bidang pembangunan dapat dipengaruhi oleh perkembangan dan banyak dyspraksia atau semua bisa bertahan sampai dewasa. Seringkali berbagai strategi mengatasi dikembangkan, dan ini dapat ditingkatkan melalui fisioterapi.

Pidato dan bahasa

o Pembangunan dyspraksia verbal adalah jenis dyspraksia ideasional, yang menyebabkan penurunan linguistik atau fonologis. Ini adalah istilah yang disukai di Inggris, namun juga kadang-kadang disebut sebagai artikulatoris dyspraksia dan di Amerika Serikat istilah yang biasa adalah apraksia bicara. Kunci permasalahan meliputi:

o Gangguan mengendalikan organ speech

o Kesulitan mengontrol speech organs

o Kesulitan membentuk speech sounds

o Pembentukan kata-kata menjadi kalimat

o Kesulitan bernapas dan pembunyian mengendalikan

o Lambat pengembangan bahasa.

o Sulit dengan makan

Kontol Motorik yang Baik (Motor Control Fine)

Gangguan motorik halus dengan memimpin koordinasi untuk masalah dengan tulisan tangan, yang mungkin karena kesulitan baik ideasional atau ideo-motor. Masalah yang terkait dengan bidang ini mungkin termasuk:

o Belajar pola-pola gerakan dasar

o Mengembangkan kecepatan menulis yang diinginkan

o Akuisisi grafem - umpamanya huruf-huruf abjad Latin, serta angka

o Menetapkan pegangan pensil benar

o Tangan sakit saat menulis

Fine-motor masalah juga dapat menyebabkan kesulitan dengan berbagai tugas lain seperti menggunakan pisau dan garpu, mengencangkan kancing dan tali sepatu, memasak, menyikat gigi seseorang, menerapkan kosmetik, styling rambut, membuka stoples dan paket, mengunci dan membuka pintu , cukur dan melakukan pekerjaan rumah tangga.


Daftar Pustaka :

www.wikipedia.com