Rabu, 26 Mei 2010

Encopresis yang Terjadi pada Anak II

Malu campur bingung. Begitulah perasaan Ibu Siska ketika mendapat laporan dari guru kelas tentang anaknya, Rendi (8). Sang bocah rupanya kedapatan buang air besar (BAB) di celana. Yang membuat malu, kejadian ini bukan sekali dua kali saja. Padahal, kalau di rumah Rendi biasa buang air sendiri di kamar mandi. Lalu, ada apa dengan Rendi?

dr. Rini Sekartini, Sp.A., mengatakan bahwa kemungkinan besar Rendi mengalami encopresis, yaitu ketidakmampuan untuk mengendalikan atau menahan BAB tanpa ditemukannya kelainan atau penyakit. Kebanyakan gejala ini memang dialami oleh anak usia SD. "Ini sesuatu yang tak normal atau tak biasa," kata dokter dari Subbagian Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Cipto Mangunkusumo.


Hasil Penelitian

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa sekitar 1,5 persen anak usia SD mengalami encopresis. Lebih rinci lagi, 2 persen dari jumlah tersebut adalah anak laki-laki usia 8 tahun. Sementara anak perempuan usia 8 tahun yang mengalami encopresis hanya 0,7 persen. Masih menurut survei, anak laki-laki lebih sering mengalami encopresis sekitar 3 kali lipat dibandingkan anak perempuan. Ternyata anak perempuan lebih cepat menerapkan toilet training dibandingkan anak laki-laki.

Kejadian encopresis tak berkaitan sama sekali dengan faktor genetik, status sosial, atau status ekonomi. Jadi, siapa pun bisa mengalaminya. Pada beberapa kasus, encopresis dialami oleh anak yang hiperaktif dan ADHD.

Menurut dr.Rini, ada 2 klasifikasi mengapa anak mengalami encopresis. Pertama, anak belum pernah dilatih toilet training. Jadi, dia selalu BAB di celana. Kedua, anak pernah dilatih toilet training dan bisa menerapkannya. Namun, karena kondisi tertentu si anak kemudian tak bisa mengendalikan buang air lagi sehingga terjadilah encopresis. Ia juga menambahkan, anak yang mengalami encopresis di usia sekolah bukan berarti dia mengalami kemunduran atau regresi. Untuk melihat apakah ada sesuatu yang serius tentunya harus memperhatikan seluruh aspek perkembangan si anak, Apakah perkembangan bahasa, motorik, dan kognitifnya juga ikut mengalami regresi atau tidak.


Penyebab Encopresis

Penyebab encopresis masih belum diketahui, namun faktor yang mungkin menjadi penyebab diantaranya yaitu :

a. Stres

Anak mengalami beban pikiran yang tak terselesaikan. Entah itu masalah di sekolah atau di rumah. Misalnya, masalah pelajaran yang terlalu berat atau lingkungan sekolah yang membuatnya tak nyaman. Permasalahan dengan orang tua, seperti merasa kurang diperhatikan atau kurang kasih sayang, juga dapat menjadi beban pikiran.

b. Kurang Aktivitas Fisik

Anak yang kurang melakukan aktivitas fisik beresiko mengalami encopresis. Sebaiknya di usia sekolah, dimana anak tengah bersemangat melakukan eksplorasi, ia diberi berbagai kegiatan. Tujuannya selain untuk mengantisipasi terjadinya encopresis, juga demi mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.

c. Seringnya Menahan BAB

Ada beberapa anak yang sering menahan BAB. Alasannya beragam. Misalnya, anak terlalu asyik melakukan suatu kegiatan sehingga enggan pergi ke toilet. Namun karena rangsangan untuk BAB begitu kuat dan tak bisa ditahan lagi, akhirnya terjadilah encopresis.

Sebagian anak menahan BAB karena tak terbiasa menggunakan sarana umum, terutama toilet yang kurang bersih. Misalnya, kamar mandi di sekolah yang ternyata bau dan kotor yang bertolak belakang dengan toilet di rumah yang terjaga kebersihannya. Akhirnya dia memilih menahan BAB ketimbang harus memakai toilet sekolah. Saat si anak tak kuat lagi menahan, terjadilah encopresis. Syukur-syukur kalau ia berterus terang BAB di celana, karena biasanya mereka akan diam seribu basa. Baru ketahuan orang lain setelah tercium aromanya yang tak sedap.

d. Makanan/Minuman

Encopresis juga bisa dipengaruhi oleh asupan makanan yang kurang baik yang menyebabkan gangguan di saluran pencernaan. Misalnya sering menyantap makanan berlemak tinggi, berkadar gula tinggi atau junk food. Minuman yang mengandung banyak gula dan soda juga bisa mencetuskan terjadinya encopresis.

e. Trauma

Contohnya, akibat sembelit atau kesulitan mengeluarkan tinja karena keras. Lama-kelamaan anak menjadi trauma karena setiap kali BAB ia merasa sakit. Untuk menghindari rasa sakit itu, ia jadi sering menahan untuk tidak BAB.

f. Obat-obatan

Encopresis juga bisa terjadi karena efek obat-obatan yang bisa menyebabkan terhambatnya pengeluaran kotoran. Misalnya, obat batuk yang mengandung zat seperti codein. Encopresis terjadi karena obat tersebut tak cocok atau dipakai dalam jangka panjang.

g. Toilet Training yang tidak berhasil

Pengajaran atau pelatihan buang air (toilet training) yang dilakukan dengan memaksa anak, cepat atau lambat akan menjadi tidak efektif. Begitu pula kalau misalnya anak yang BAB di celana lantas dimarahi orang tua.


Akibat dari Encopresis

Anak yang mengalami encopresis akan mengalami berbagai masalah emosi, seperti rendah diri, tak mau bersosialisasi atau menarik diri dari pergaulan. Ia juga akan merasa malu, takut dicemooh, atau khawatir dimarahi. Belum lagi secara fisik, anak mengalami nyeri di bagian perut karena berusaha menahan BAB.

Akhirnya, kotoran yang harusnya dibuang tetapi tertahan di dalam perut. Dalam beberapa kasus encopresis menyebabkan infeksi pada salurah kemih karena kebiasaan menahan BAB. Ada juga yang mengalami gangguan iritasi kulit atau jamur karena kebersihan tak terjaga. Kalau sudah begitu, anak juga akan kehilangan nafsu makan sehingga rentan sakit.


Terapi Encopresis

Penderita encopresis membutuhkan penanganan yang tepat dengan melakukan terapi. Menurut dr.Rini prinsip terapinya adalah konseling atau edukasi pada anak mengenai BAB. Mereka dapat cepat memahami penjelasan yang diberikan mengingat kemampuan kognitif anak seusia ini sudah berkembang.

Salah satunya adalah terapi yang bisa dilakukan kalau anak selalu menahan BAB karena merasa jijik dan tak mau masuk ke kamar mandi umum:

o Tanamkan bahwa tidak semua kamar mandi umum/sekolah akan resik dan wangi sesuai dengan harapannya

o Sebelum menggunakan toilet umum/sekolah, minta ia membersihkan dengan menyiramnya terlebih dahulu

o Tak ada salahnya anak selalu dibekali tisu, masker, dan pengharum ruangan untuk lebih menyamankannya saat di toilet umum

o Yang pasti, jangan beri anak pembalut untuk mengatasi encopresis-nya. Ini justru tak mendidik

o Jika masalah psikologis anak tampak berat, sampai stres atau trauma misalnya, ada baiknya orang tua dan anak duduk bersama membahas permasalahan yang dihadapi. Jika perlu konsultasikan dengan psikolog.

o Terapkan pola makan yang baik dan teratur. Usahakan banyak mengonsumsi makanan berserat, sayuran, buah-buahan, serta susu. Kurangi konsumsi makanan berlemak tinggi, junk food, dan soft drink

o Kepada anak yang selalu merasa nyeri saat mau BAB bisa diberikan obat-obatan untuk pengencer tinja. Namun, penggunaanya harus tetap berdasarkan rekomendasi dokter

o Ajarkan untuk melakukan BAB secara teratur, misalnya pagi atau malam hari.

o Jangan salahkan atau cemooh anak kalau mengalami encopresis, harunya orang tua selalu mendukung dan membantu kesulitan anak.


Kesimpulan :

Encopresis dapat terjadi pada siapa saja. Untuk itu berusahalah memberikan perhatian terhadap anak kecil yang ada disekiling (anak, adik sendiri, keponakan, atau sepupu). Dengan perhatian itu diharapkan dapat mencegah terjadinya encopresis. Perhatian dapat dilakukan dengan pembelajaran toilet (toilet training) dan asupan makanan.


Sumber :

www.tabloid-nakita.com

Tidak ada komentar: