Senin, 25 April 2011

PRIVASI, TERITORIALITAS DAN RUANG PERSONAL

A. Privasi
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau suatu situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain (Dibyo Hartono, 1986).
Dalam hubungannya dengan orang lain, manusia memiliki referensi tingkat privasi yang diinginkannya. Ada saat-saat dimana seseorang ingin berinteraksi dengan orang lain (privasi rendah) dan ada saat-saat dimana ia menyendiri dan terpisah dari orang lain (privasi tinggi). Untuk mencapai itu, ia akan mengontrol dan mengatur melalui suatu mekanisme perilaku, yang digambarkan oleh Altman yaitu :
• Perilaku verbal
Perilaku ini dilakukan dengan cara mengatakan kepada orang lain secara verbal sejauh mana orang lain boleh berhubungan dengannya.
• Perilaku non verbal
Perilaku ini dilakukan dengan menunjukkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh tertentu sebagai tanda senang atau tidak senang.
• Mekanisme kultural
Budaya mempunyai bermacam-macam adat istiadat, aturan atau norma, yang menggambarkan keterbukaan atau ketertutupan kepada orang lain dan hal ini sudah diketahui oleh banyak orang pada budaya tertentu (Altman, 1975 ; Altman & Chemers dalam Dibyo Hartono, 1986).
• Ruang personal
Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertentu.
• Teritorialitas
Pembentukan kawasan territorial adalah mekanisme perilaku lain untuk mencapai privasi tertentu. Kalau mekanisme ruang personal tidak memperlihatkan dengan jelas kawasan yang menjadi pembatas antar dirinya dengan orang lain maka pada teritorialitas batas-batas tersebut nyata dengan tempat yang relative tetap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi privasi terbagi menjadi tiga, yaitu :
• Faktor personal
Marshall (dalam Gifford, 1987) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonim dan reserve saat ia dewasa. Sedangkan orang menghabiskan sebagian besar waktunya di kota akan lebih memilih keadaan yang anonim dan intimacy.
• Faktor situasional
Penelitian Marshall (dalam Gifford, 1987) tentang privasi dalam rumah tinggal, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi di dalam rumah antara lain disebabkan oleh setting rumah. Setting rumah disini sangat berhubungan dengan seberapa sering para penghuni berhubungan dengan orang, jarak antar rumah dan banyaknya tetangga sekitar rumah. Seseorang yang mempunyai rumah yang jauh dari tetangga dan tidak dapat melihat banyak rumah lain disekitarnya dari jendela dikatakan memiliki kepuasan privasi yang lebih besar.
• Faktor budaya
Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya memandang bahwa pada tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Gifford, 1987).
Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari perilaku yang penting adalah untuk mengatur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan sosial. Bila seseorang mendapatkan privasi yang diinginkannya maka ia akan dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri.
Selain itu, privasi juga berfungsi mengembangkan identitas pribadi yaitu mengenal dan menilai diri sendiri (Altman, 1975; Sarwono, 1992; Holahan, 1982). Proses mengenal dan menilai diri ini tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial dengan orang lain. Bila kita tidak dapat mengontrol interaksi dengan orang lain, kia akan memberikan informasi yang negatif tentang kompetensi pribadi kita (Holahan, 1982) atau akan terjadi proses ketelanjangan sosial dan proses deindividuasi (Sarwono, 1992).

B. Teritorialitas
Holahan (dalam Iskandar, 1990) mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering disebut melibatkan ciri kepemilikannya dan pertahanan dari serangan orang lain. Dengan demikian, menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar atau merupakan suatu teritorial primer.
Altman (1975) membagi teritorialitas menjadi tiga bagian, yaitu:
• Teritorial primer
Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan teritori utama ini akan mengakibatkan masalah yang serius terhadap aspek psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.
• Teritorial sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Teritori ini dapat digunakan oleh orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu.
• Teritorial umum
Teritori umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada.
Privasi suatu lingkungan dapat dicapai melalui pengontrolan teritorial, karena di dalamnya tercakup pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang meliputi :
1. Kebutuhan akan identitas, berkaitan dengan kebutuhan akan kepemilikan, kebutuhan terhadap aktualisasi diri, yang pada prinsipnya adalah dapat menggambarkan kedudukan serta peran seseorang dalam masyarakat
2. Kebutuhan terhadap stimulasi yang berkaitan erat dengan aktualisasi dan pemenuhan diri
3. Kebutuhan akan rasa aman, dalam bentuk bebas dari kecaman, bebas dari serangan oleh pihak luar dan memilliki keyakinan diri
4. Kebutuhan yang berkaitan dengan pemeliharaan hubungan dengan pihak-pihak lain dan lingkungan sekitarnya (Lang dan Sharkway dalam Lang, 1987)
Perilaku teritorialitas manusia dalam hubungannya dengan lingkungan binaan dapat dikenal antara lain pada penggunaan elemen-elemen fisik untuk menandai demarkasi teritori yang dimiliki seseorang, misalnya pagar halaman. Teritorialitas ini terbagi sesuai dengan sifatnya yaitu mulai dari yang privat sampai dengan publik. Ketidakjelasan pemilikan teritorial akan menimbulkan gangguan terhadap perilaku.

C. Ruang Personal
Masalah mengenai ruang personal ini berhubungan dengan batas-batas di sekeliling seseorang. Menurut Sommer (dalam Altman, 1975) ruang personal adalah daerah sekeliling seseorang dengan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambarkan ruang personal sebagai jarak/daerah di sekitar individu dimana dengan memasuki daerah orang lain, menyebabkan orang lain tersebut merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang dan kadang-kadang menarik diri.
Menurut Edward T. Hall, seorang antropolog, bahwa dalam interaksi sosial terdapat empat zona spasial yaitu jarak intim, jarak personal, jarak sosial dan jarak publik (proksemik/cara seseorang menggunakan ruang dalam berkomunikasi). Jarak intim atau kedekatan dengan jarak 0-18 inci. Hall menyatakan bahwa “daerah keakraban” kaya akan syarat-syarat yang potensial untuk berkomunikasi yang juga menyajikan banyak hal tentang seseorang. Jarak personal (pribadi) memiliki jarak 1,5-14 kaki. Zona jarak pribadi adalah transisi antara kontak intim dengan tingkah laku umum yang agak formal.jarak sosial mempunyai jarak 4-25 kaki dan memungkinkan terjadinya kontak sosial yang umum serta hubungan bisnis. Dalam penelitian di suatu kantor terbukti bahwa pada susunan bangku-bangku dan perabotan milik kantor sering disusun secara tak sengaja berdasarkan pada zona jarak sosial. Zona yang terakhir yaitu zona publikj dengan jarak 12-25 kaki. Jarak ini secara khusus disediakan untuk situasi-situasi formal atau pembicaraan umum atau orang-orang yang berstatus lebih tinggi, misalnya dalam kelas.
Studi menunjukkan bahwa perbedaan individu dan situasi selain menentukan jarak personal juga mempengaruhi orientasi tubuh seseorang terhadap orang lain. Salah satunya adalah variabel jenis kelamin, misalnya laki-laki lebih menyukai posisi berhadapan dengan orang yang disukainya. Sementara perempuan lebih memilih posisi bersebelahan.

Dapat disimpulkan bahwa privasi, teritorialitas dan ruang personal dapat membentuk atau mempengaruhi suatu tingkahlaku dan kepribadian manusia. Hal tersebut semakin terlihat jelas ketika manusia tersebut bertemu dengan manusia lainnya. Bagaimana seseorang membawakan diri ketika ia berada di sekitar orang lain dan lingkungannya

Sumber Referensi :
Hubungan Privasi, Teritorialitas, Ruang Personal. www.repository.upi.edu
Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok : Universitas Gunadarma.

Tidak ada komentar: