Rabu, 23 Maret 2011

Kepadatan dan Kesesakan

KEPADATAN
Menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981) kepadatan adalah sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan. Atau sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFraling, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978). Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).
Baum dan Paulus (1978) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh penilaian individu berdasarkan empat faktor :
a. Karakteristik setting fisik
b. Karakteristik setting sosial
c. Karaktersitik personal
d. Kemampuan beradaptasi
Hubungan antara kepadatan dan kesesakan bukanlah suatu hubungan sebab-akibat, melainkan kepadatan merupakan salah satu syarat terjadinya kesesakan.
1. Kategori Kepadatan
Kepadatan dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori. Holahan (1982) menggolongkan kepadatan ke dalam dua kategori, yaitu kepadatan spasial (spatial density) yang terjadi bila besar atau luas ruangan diubah menjadi lebih kecil atau sempit sedangkan sejumlah individu tetap, sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan menurunnya besar ruang dan kepadatan sosial (social density) yang terjadi bila jumlah individu ditambah tanpa diiringi dengan penambahan besar atau luas ruangan sehingga didapatkan kepadatan meningkat sejalan dengan bertambahnya individu.
Jain (1987) menyatakan bahwa setiap wilayah pemukiman memiliki tingkat kepadatan yang berbeda dengan jumlah unit rumah tinggal pada setiap struktur hunian dan struktur hunian pada setiap wilayah pemukiman, sehingga suatu wilayah pemukiman dapat dikatakan mempunyai kepadatan tinggi atau kepadatan rendah.
Taylor (dalam Gifford, 1982) mengatakan bahwa lingkungan sekitar dapat merupakan sumber yang sangat penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal seseorang di suatu tempat tinggal. Oleh karena itu, individu yang bermukim di pemukiman dengan kepadatan yang berbeda mungkin menunjukkan sikap dan perilaku yang berbeda pula.
2. Akibat-akibat Kepadatan Tinggi
Menurut Heimstra dan Mc Farling (1978) kepadatan memberikan akibat bagi manusia baik secara fisik, sosial maupun psikis. Akibat secara fisik yaitu reaksi fisik yang dirasakan individu seperti peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan penyakit fisik lain (Heimstra dan McFarling, 1978).
Akibat secara sosial antara lain adanya masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat seperti meningkatnya kriminalitas dan kenakalan remaja (Heimstra dan McFarling, 1978; Gifford, 1978).
Akibat secara psikis antara lain :
a. Stres, kepadatan tinggi dapat menumbuhkan perasaan negatif, rasa cemas, stres, (Jain, 1978) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1978).
b. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung untuk menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982; Gifford, 1978).
c. Perilaku menolong (perilaku prososial), kepadatan tinggi juga menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan 1982; Fisher dkk., 1984).
d. Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugasnya pada saat tertentu (Holahan, 1982).
e. Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982).

KESESAKAN
Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Kesesakan dikatakan sebagai keadaan motivasional yang merupakan interaksi dari faktor spasial, sosial dan personal, dimana pengertiannya adalah persepsi individu terhadap keterbatasan ruang sehingga timbul kebutuhan akan ruang yang lebih luas. Jadi, rangsangan berupa hal-hal yang berkaitan dengan keterbatasan ruang disini kemudian diartikan sebagai suatu kekurangan.
Pada dasarnya batasan kesesakan melibatkan persepsi seseorang terhadap keadaan ruang yang dikaitkan dengan kehadiran sejumlah manusia, dimana ruang yang tersedia dirasa terbatas atau jumlah manusianya yang dirasa terlalu banyak.
1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan, yaitu :
a. Faktor Personal, terdiri dari :
a) Kontrol pribadi dan locus of control
Seligman dan kawa-kawan (dalam Worchel dan Coopere, 1983) mengatakan bahwa kepadatan tinggi baru akan menghasilkan kesesakan apabila individu sudah tidak mempunyai control terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga kesesakan dapat dikurangi pengaruhnya bila individu tersebut memainkan peran kontrol pribadi di dalamnya.
Individu yang mempuyai locus of control internal yaitu kecenderungan individu untuk mempercayai (atau tidak mempercayai) bahwa keadaan yang ada di dalam dirinyalah yang berpengaruh terhadap kehidupannya, diharapkan dapat mengendalikan kesesakan yang lebih baik daripada individu yang mempunyai locus of control eksternal (Gifford, 1987).
b) Budaya, pengalaman, dan proses adaptasi
Menurut Yusuf (1991) keadaan-keadaan kepadatan yang tinggi yang menyebabkan kesesakan justru akan menumbuhkan kreativitas-kreativitas manusia untuk melakukan intervensi sebagai upaya untuk menekan perasaan sesak tersebut. Pada masyarakat Jepang, upaya untuk menekan situasi kesesakan adalah dengan membangun rumah yang ilustratif, yang dindingnya dapat dipisah-pisahkan sesuai dengan kebutuhan sesaat, serta untuk mensejajarkan keadaannya dengan ruang dan wilayah yang tersedia. Pola ini memiliki beberapa kegunaan sesuai dengan kebutuhan sosial penghuninya, seperti makan, tidur dan rekreasi. Volume dan konfigurasi tata ruang adalah fleksibel, sehingga dapat diubah-ubah sesaui kebutuhan dalam upayanya untuk menekan perasaan sesak.
b. Faktor Sosial
Menurut Gifford (1987) secara personal individu dapat lebih banyak atau lebih sedikit mengalami kesesakan cenderung dipengaruhi oleh karakteristik yang sudah dimiliki. Akan tetapi pengaruh orang lain dalam lingkungan dapat juga memperburuk keadaan akibat kesesakan. Faktor-faktor sosial yang berpengaruh tersebut adalah :
a) Kehadiran dan perilaku orang lain ; kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu dengan kehadiran orang lain.
b) Formasi koalisi ; keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan sosial akan dapat meningkatkan kesesakan. Karenanya banyak penelitian yang menemukan akibat penambahan teman sekamar (dari satu menjadi dua orang teman) dalam asrama sebagai suatu keadaan yang negatif. Keadaan negatif muncul berupa stres, perasaan tidak enak, dan kehilangan control, yang disebabkan karena terbentuknya koalisi di satu pihak dan seorang yang terisolasi di lain pihak (Gifford, 1987).
c) Kualitas hubungan ; kesesakan menurut penelitian yang dilakukan oleh Schaffer dan Patterson (dalam Gifford, 1987) sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang dipercaya bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya merasa kurang mengalami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.
d) Informasi yang tersedia ; kesesakan juga dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebelum dan selama mengalami keadaan yang padat. Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah mempunyai informasi tentang kepadatan (Fisher dan Baum dalam Gifford, 1987).
c. Faktor fisik
Gove dan Hughes (1983) menemukan bahwa kesesakan di dalam rumah berhubungan dengan faktor-faktor fisik yang berhubungan dengan kondisi rumah seperti jenis rumah, urutan lantai, ukuran rumah (perbandingan jumlah penghuni dan luas ruangan yang tersedia) dan suasana sekitar rumah.
Altman (1975), Bell dan kawan-kawan (1978), Gove dan Hughes (1983) menambahkan adanya faktor situasional sekitar rumah sebagai faktor yang juga mempengaruhi kesesakan. Stressor yang menyertai faktor situasional tersebut seperti suara gaduh, panas, polus, sifat lingkungan, tipe suasana, dan karakteristik seting. Faktor situasional tersebut antara lain :
a) Besarnya skala lingkungan
b) Variasi arsitektur
2. Pengaruh Kesesakan Terhadap Perilaku
Pengauh negatif kesesakan tercermin dalam bentuk penurunan-penurunan psikologis, fisiologis, dan hubungan sosial individu. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasaan kurang nyaman, stres, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius.
Individu yang berada dalam kesesakan juga akan mengalami malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala-gejala psikosomatik, dan penyakit-penyakit fisik yang serius (Worchel dan Cooper, 1983).
Perilaku sosial yang seringkali timbul karena situasi yang sesak antara lain adalah kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubungan sosial (Holahan, 1982).
Dari sekian banyak akibat negatif kesesakan pada perilaku manusia, Brigham (1991) mencoba menerangkan dan menjelaskannya menjadi (1) pelanggaran terhadap ruang pribadi dan atribusi seseorang yang menekan perasaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain ; (2) keterbatasan perilaku, pelanggaran privasi dan terganggunya kebebasan memilih ; (3) kontrol pribadi yang kurang dan (4) stimulus yang berlebihan.
Walaupun pada umumnya kesesakan berakibat negatif pada perilaku seseorang, tetapi menurut Altman (1975) dan Watson dkk (1984), kesesakan kadang memberikan kepuasan dan kesenangan. Hal ini tergantung pada tingkat privasi yang diinginkan, waktu dan situasi tertentu serta seting kejadian. Situasi yang memberikan kepuasan dan kesenangan bisa kita temukan, misalnya pada waktu melihat pertunjukkan music, pertandingan olahraga atau menghadiri reuni atau resepsi.

Contoh Kasus Kepadatan :
Kota Jakarta merupakan contoh dari kasus kepadatan. Setiap tahunnya penduduk di kota tersebut bertambah namun tidak disertai dengan adanya lahan yang luas untuk tempat tinggal, tempat bekerja dan lain-lain. Jika terdapat lahan kosong sedikit saja, akan dibangun bangunan-bangunan pencakar langit serta tempat-tempat rekreasi atau pusat perbelanjaan. Sehingga, lahan untuk penyerapan air pun akan berkurang. Walaupun sudah seperti itu, orang-orang yang menetap di pedesaan masih saja antusias untuk mencari peruntungan di kota yang terkenal dengan kota metropolitan itu.

Contoh Kasus Kesesakan :
Dari contoh kepadatan didapatkan pula contoh kesesakan. Jika kota Jakarta setiap tahunnya didatangi oleh orang-orang yang akan mencari peruntungan, tentu manusia yang ada di kota tersebut semakin bertambah banyak. Bertambahnya jumlah penduduk akan menimbulkan kesesakan.


Sumber Referensi :
Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok : Universitas Gunadarma.