Jumat, 25 Februari 2011

Perilaku Bullying Pada Anak Sekolah Dasar (SD)

A. Pengertian Bullying
Istilah bully atau bullying mungkin sudah tidak asing di telinga para orangtua. Anak suka memukul atau berkelahi dengan temannya ternyata bisa dikategorikan sebagai salah satu contoh perilaku bully.
Menurut Herlina Lin, psikolog dari Pusat Krisis Terpadu RSCM, perilaku bully terdiri atas 2 jenis. Yang pertama adalah bully yang sifatnya direct, yakni yang langsung dan dapat dilihat secara nyata. Dalam hal ini anak bersikap agresif, misalnya suka memukul atau mengancam secara terang-terangan. Sedangkan yang kedua adalah perilaku bully yang indirect. Misalnya dengan menjelek-jelekkan orang lain, suka berbohong, suka bergosip, memfitnah, bahkan menciptakan kesan kepada sekitarnya bahwa “I’m the victim”. Selain itu secara non verbal bully yang sifatnya indirect juga bisa dilakukan melalui tatapan mata yang mengintimidasi.
Dra. Clara Kriswanto, MA, CPBc, psikolog sekaligus Managing Partner dari Jagadnita Consulting, mengingatkan bahwa bully merupakan sikap yang menjadi pola dan akhirnya menjadi sifat. Jika sikap ini tidak segera diatasi, maka berpotensi besar menjadi tindakan kriminalitas di masa yang akan datang.

B. Faktor Internal dan Eksternal Perilaku Bullying
Adapun yang bisa menyebabkan anak berperilaku bully menurut Herlina adalah perpaduan dari faktor internal dan eksternal. Secara internal, memang setiap orang pada dasarnya memiliki kebutuhan penyataan diri dan aggressiveness dalam dirinya, hanya kapasitasnya saja yang berbeda-beda. Perilaku bully dapat terjadi bila kemudian faktor internal ini distimuli oleh faktor-faktor eksternal. Faktor eksternal yang umumnya paling mempengaruhi adalah keluarga, lingkungan dan jenis tontonan. Sedangkan menurut Clara, anak bullying itu biasanya datang dari beberapa macam keluarga. Pertama, keluarga yang sangat memanjakan anak. Apa pun keinginan anak dituruti, sehingga anak merasa powerful dan bisa mengatur orang lain. Hal ini terekam hingga pada waktu sekolah atau bergaul pun anak mencari teman-temannya yang bisa ditindas atau dimanfaatkan. Dalam hal ini kasusnya adalah anak menjadi over-confident atau terlalu percaya diri.
Namun selain itu menurut Clara, perilaku bullying juga bisa muncul pada anak-anak yang kurang percaya diri. Hal ini bisa datang dari keluarga yang terlihat baik-baik saja, tidak ada masalah, tapi kenyataannya banyak kebutuhan-kebutuhan emosional yang tidak didapat oleh si anak, seperti perasaan disayang, diperhatikan, juga rasa dihargai. Biasanya terjadi pada keluarga yang tidak berfungsi atau broken home dimana anak memang kurang perhatian. Akibatnya anak memiliki self esteem dan self confident rendah, konsep dirinya pun negative. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi anak untuk berperilaku bully melalui berbagai cara. Yang pertama anak bisa meniru perilaku buruk yang dilihat dari lingkungannya yaitu baik di lingkungan rumah (perilaku kedua orang tuanya) ataupun lingkungan sekolah (perilaku yang berasal dari teman-temannya). Selain itu lingkungan juga dapat memberikan penguatan atau reinforcement pada anak untuk bersikap bully. Bukan hanya itu, sebenarnya lingkungan yang mengabaikan atau mentolerir sikap bully anak juga dapat menjadi penguat. Guru atau orangtua yang tidak berbuat apa-apa akan membuat anak merasa bahwa tindakannya tidak salah.
Stimulan lainnya dari luar anak bisa datang dari jenis tontonannya. Serupa dengan contoh dari lingkungan, anak juga memiliki kecenderungan mengimitasi apa yang dilihatnya dari tayangan yang ditonton. Sekali lagi orangtua berperan penting untuk benar-benar mengawasi segala tontonan anak, baik di televisi, games, film bioskop, internet dan lain sebagainya.

C. Contoh Kasus
Saya memiliki adik sepupu yang bernama Benny. Saat ini ia sedang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 1. Kakek dan Nenek kerap kali mendapatkan laporan dari guru kelas, bahwa Benny sering beradu fisik dengan teman sekelasnya. Tidak jarang pula ia mengolok-olok teman-temannya itu atau teman-temannya itu mengolok-olok dirinya. Ternyata hal-hal tersebut terjadi karena Benny sering kali menonton acara tentang perkelahian, misal tontonan Power Rangers, Ultraman ataupun bermain permainan Play Station (PS) yang bertemakan pertarungan serta lingkungan di sekolah dalam hal ini teman-teman kelaspun sering melakukan perang-perangan ketika bercanda. Saat pulang sekolah, Benny akan menonton film kesukaannya yaitu Power Rangers. Jika sudah seperti ini disuruh makanpun akan sulit. Ia akan betah menonton tayangan tersebut selama berjam-jam. Atau jika ia tidak berkeinginan menonton tayangan tersebut, setelah pulang sekolah ia akan berkumpul dengan teman-temannya tentu permainan yang akan ia mainkan adalah pertarungan. Mereka akan memeragakan siapa yang jadi musuh dan siapa yang akan menjadi pahlawan layaknya tontonan Power Rangers atau Ultraman. Kakek dan Nenek hanya bisa memarahinnya ketika ia pulang ke rumah dalam keadaan kotor atau menangis sehabis bermain bersama teman-temannya, sedangkan sang Ayah bertemu dengan dirinya hanya sore dan malam hari karena setiap harinya harus bekerja.
Kebiasaan bermain permainan perkelahian itu terus berlanjut hingga sekarang. Jika sedang berkumpul dengan sepupu-sepupu ia akan mengajak atau menantang untuk bergulat, menendang ataupun menonjok bagian-bagian tubuh. Apabila bermain dengan sepupu yang seumuran kemudian ia kalah, ia hanya bisa menangis. Setelah menangisnya reda dan bergabung dengan sepupu lagi, ia pun akan bermain permainan yang sama seperti sebelumnya.

Sumber Referensi :
www.queen165.multiply.com